- By Yabes Merkido Ottu
- 18 Jun 2024
- 5096
Peran Guru Dalam Menanamkan Moderasi Beragama Kepada Peserta Didik Di Sekolah
Peran Guru Dalam Menanamkan Moderasi Beragama
Kepada Peserta Didik Di Sekolah
Pendahuluan
Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk. Dilansir dari
laman resmi Kemenag Jawa Timur, menyampaikan bahwa BPS dan ISEAS (Institute of
South Asian Studies) menyebutkan bahwa terdapat sekitar 633 suku yang ada di
Indonesia. Hal ini juga tentu saja melatarbelakangi adanya kepercayaan atau
agama suku yang di anut serta agama-agama besar yang secara resmi diakui secara
nasional.
Berdasarkan data dari Badan Bahasa Kemendikbud RI, jumlah
bahasa daerah di Indonesia adalah sebanyak 718 bahasa. Dari 718 bahasa daerah
tersebut, sebanyak 90 persen tersebar di wilayah Indonesia timur. Sebanyak 428
di Papua, 80 di Maluku, 72 di Nusa Tenggara Timur, dan 62 di Sulawesi.
Banyaknya bahasa yang dimiliki membuat Indonesia menjadi
negara urutan kedua yang memiliki bahasa daerah terbanyak di dunia setelah
Papua Nugini. Untuk itu, tidak bisa dipungkiri bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia dikenal sebagai salah satu Negara multikulral terbesar di dunia saat
ini. Suatu hal yang patut disyukuri oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai
anugerah yang indah.
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang majemuk memiliki
ideologi yang final yakni Pancasila yang
mampu menampung masyarakat Indonesia dengan latar belakang kehidupan yang
majemuk. Namun hal demikian dalam
praktik kehidupan sehari-hari belum sepenuhnya berjalan searah dengan falsafah
bangsa.
Kehidupan masyarakat tidak lepas dari suatu permasalahan
tertentu seperti kehidupan beragama, pendidikan, sosial, politik, ekonomi dan
aspek lainnya. Dalam aspek kehidupan beragama masalah intoleransi, keharmonisan
atau kerukunan di lingkungan masyarakat menjadi salah satu permasalahan yang
tidak dapat terhindarkan.
Paham intoleransi merupakan paham yang dimana individu atau
kelompok tertentu sangat tertutup dan tidak menerima kehadiran orang atau
kelompok lain dan paham yang dianut. Hal ini dapat merusak keharmonisan antar
umat beragama yang dapat dilihat melalui ucapan, tindakan melarang orang lain
menjalankan tradisi yang dipercayai dalam lingkungan yang sama. Hal ini tentu
dipandang sebagai musuh yang merongrong hakikat makna yang tersirat dalam
Bhineka Tunggu Ika. Intoleransi agama mengancam kebhinekaan karena ia merupakan
tindakan diskriminasi, pengabaian, larangan atau pengutamaan yang didasarkan
pada agama atau kepercayaan.
Dampak dari intoleran dalam agama ialah tindakan atau
perlakuan tidak adil, kerugian fisik atau materi dan mental atau kepribadian,
ancaman terjadinya kekerasan atau perkelahian masal, ancaman kerukunan, ancaman
kehancuran ekonomi masyarakat, ancaman terhadap eksistensi dasar negara yakni
Pancasila.
Dilansir dari artikel detiknews, "Benih Intoleransi di
Sekolah" Di catat bahwa Indonesia, salah satu hal yang mencemaskan adalah
ketika praktik intoleransi mulai banyak bermunculan dan tumbuh dalam institusi
pendidikan. Hasil penelitian Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN
Syarif Hidayatullah, memaparkan sebuah fakta dari hasil kajian dan penelitian
tersebut bahwa 43,88% dari 1.859 pelajar SMA yang menjadi responden tersebut
cenderung mendukung tindakan intoleran dan 6,56% mendukung paham radikal
keagamaan (PPIM-UIN, 2017).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Suyanto dkk (2019) dari
FISIP Universitas Airlangga menemukan bahwa di kalangan pelajar, intoleransi
telah berkembang dalam skala yang cukup pesat dan cukup mencemaskan. Disampaikan bahwa institusi pendidikan
sebagai wadah tranfer ilmu tidak hanya menjadi tempat bagi pelajar untuk
menimba ilmu untuk masa depan, namun dalam setiap kesempatan terjadinya
infiltrasi pengaruh buruk dalam pergaulan sosial terhadap sesama pelajar dalam suatu
lembaga pendidikan. Walaupun terdapat
67,6% responden mengaku tidak pernah melakukan tindakan intoleransi kepada
pelajar yang lain, tetapi sebanyak 32,4% mengaku pernah, sedangkan 29,2%
mengaku jarang dan 3,2% mengaku sering melakukan tindakan intoleransi terhadap
sesama pelajar dalam lindungan dan diluar sekolah.
Contoh
Sikap Intoleransi
1.
Meyudutkan teman yang berbeda gender, suku, ras, atau agama.
2.
Mengejek teman yang berbeda gender, suku, ras, atau agama.
3.
Menjelek-jelekkan hari besar agama lain. Menghina adat istiadat seseorang.
4.
Tidak ingin bergaul dengan orang yang berbeda gender, suku, ras, atau agama.
Moderasi
Beragama Di Indonesia
Untuk mencegah sikap Intoleransi pemerintah pada dewasa ini
terus mengerakan segenap elemen dalam menanamkan moderasi. Paham Moderasi
sendiri dapat diambil dari kata moderatio dari bahasa Latin yang berarti tidak
berlebih-lebihan. Yang dalam terjemahan lain dapat diartikan sebagai penguasaan
diri. KBBI mencatat bahwa moderasi sendiri merupakan pengurangan kekerasan. Hal
ini dapat diartikan bahwa moderasi dapat meningkatkan penguasaan diri setiap
masyarakat atau individu yang pada akhirnya terciptanya kebebasan dalam memeluk
kepercayaan yang dianut oleh setiap warga negara. Dalam tahap ini setiap orang
yang mampu dan mengedepankan sikap moderat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dapat meminimalisir sikap intoleransi sehingga kemudian terciptanya
keseimbangan sosial yang baik dan merata.
Moderasi sendiri sebenarnya adalah prinsip yang mendasar
yang tidak bisa diganggu gugat oleh individu atau kelompok masyarakat tertentu
dibangsa ini, sebab moderasi adalah rujukan dari ideologi bangsa yang besar
ini, Indonesia. Individu atau kelompok masyarakat yang memahami dan mengamalkan
paham moderasi beragama disebut moderat. Moderasi Beragama sesungguhnya adalah
esensi agama dan implementasinya menjadi keniscayaan dalam konteks masyarakat
yang plural dan multikultural seperti Negara Kesatuan Republik Indonesia agar
terciptanya keharmonisan,kerukunan antar umat beragama.
Dalam sebuah tulisan dari (Lukman Hakim Syaifuddin, 2019)
bahwa seorang menjadi moderat bukan berarti meninggalkan agama sendiri, menjadi
moderat bukan berarti menjadi lemah dalam beragama, menjadi moderat bukan
berarti cenderung terbuka dan mengarah kepada kebebasan, tetapi menjadi moderat
berarti sebuah jalan tengah dalam keberagaman agama di Indonesia. Ia adalah
warisan budaya Nusantara yang berjalan seiring, dan tidak saling menegasikan
antara agama dan kearifan lokal.
Ir. Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia dalam
rapat BPUPKI untuk berunding mengenai penetapan ke lima sila yang kita sebut
sebagai pancasila telah menyampaikan dalam forum tersebut dengan demikian; "kita
mendirikan Negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat
semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan
Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemiko
yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua!".
Dengan demikian sudah sepatunya setiap kita membanting
tulang bersama-sama, pemerasan keringat bersama‚ perjuangan bantu-membantu bersama-bersama,
untuk kepentingan bersama segenap bangsa Indonesia yang mutlak. Di dalam Pasal
28G ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan
diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan. Hak atas rasa aman adalah hak
konstitusional setiap warga negara yang harus dipenuhi oleh negara. Hak atas
kebebasan berkeyakinan dan beragama yang dijamin di dalam Pasal 22
Undang-Undang Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan
Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan
Moderasi Beragama pada tanggal 25 September 2023
Dalam
praktik moderasi beragama memiliki beberapa tujuan seperti berikut;
1.Mencegah
dan menghentikan kekerasan beragama dalam bentuk apapun.
2.
Menciptakan keharmonisan antar umat beragama di tengah-tengah masyarakat
Indonesia yang pluralis
3.
Tercipta lingkungan keagamaan yang damai
Peran
Guru Dalam Menanamkan Beragama Kepada Peserta Didik
Guru adalah individu yang memiliki peran penting dalam
menjawab Undang-Undang Dasar 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru
sangat dibutuhkan dalam berdiri di garda terdepan dalam mencerdaskan,
membimbing, dan membangun karakter bangsa.
Dalam berbagai sumber yang mendiskripsikan mengenai peran
vital guru dalam menanamkan kultur budi luhur yang dicita-citakan leluhur bangsa sejak bangsa ini mulai berdiri
di kaki sendiri (berdikari). Peran dan Fungsi Guru dalam Proses Pembelajaran
Guru menurut UU no. 14 tahun 2005 adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk
pandangan dan sikap individu terhadap toleransi serta penerimaan terhadap
perbedaan dalam suatu lingkungan yang majemuk. Oleh karena itu, langkah-langkah
berikut dapat diambil untuk mencapai tujuan ini.
Pertama,
Guru sangat diperlukan dalam pelaksanaan jalannya pendidikan dilakukan
pengenalan sejak dini dengan memasukkan pendidikan tentang toleransi dan
keberagaman ke dalam kurikulum sekolah. Hal ini mencakup materi yang mengenai
hak asasi manusia, hak-hak minoritas, serta nilai-nilai universal seperti
kasih, perdamaian, dan penghormatan (Paul Lederach, 1997).
Kedua,
Sangat diperlukan kesadaran mengenai pentingnya memberikan pelatihan kepada
guru dan tenaga pendidik agar mereka dapat mengajarkan prinsip-prinsip
toleransi dengan baik. Guru yang terlatih dapat menjadi contoh dan mentori bagi
siswa dalam hal ini (United Nations Educational,2017).
Berikut,
salah satu hal yang dapat mengarahkan siswa-siswi dalam menumbuhkan kembangkan
nilai-nilai toleransi adalah melalui kegiatan ekstrakurikuler juga bisa menjadi
sarana untuk mendukung toleransi. Dengan menyediakan klub perbedaan budaya dan
dialog antaragama, siswa dapat memiliki pengalaman
langsung dalam berinteraksi dengan individu yang berbeda (Maurice J. Elias et
al, 1997).
Terakhir,
perlu dilakukan kampanye atau mendemonstrasikan kesadaran moderasi beragama
kepada masyarakat luas untuk mengedukasi orang tua dan masyarakat umum tentang
pentingnya toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan (Charles C. Haynes et
al, 2007).
Semua
langkah ini bersama-sama membentuk dasar pendidikan yang mendorong sikap
toleransi dan penerimaan terhadap perbedaan sejak usia dini hingga ke dalam masyarakat
umum.
Penutup
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
Intolerasi meruapakan tantangan atau persoalan masa kini yang terus mengalami
peningkatan. Untuk itu, berbagai pihak, terutama perintah dan melalui guru
sangat diperlukan dalam menciptakan langkah-langkah strategis dalam mencegah
sikap intoleransi di Negara yang pluralis ini. Guru sebagai kaum yang di
percaya sebagai pihak yang berperan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa
memiliki peran yang sangat strategis dalam upayah membangun moderasi beragama
di lingkungan sekolah. Guru juga sebagai individu yang sangat diharapkan
menanamkan nilai-nilai moderasi beragama kepada setiap peserta didik melalui
pembelajaran dikelas dan kegiatan ekstrakurikuler yang dirancang untuk
meningkatkan dan menanamkan nilai-nilai sosial dalam kehidupan peserta didik
sejak dini.